Jurnalisme sastrawi merupakan sebuah metode penulisan dalam jurnalistik di samping metode penulisan yang sudah ada. Pada teknik penulisan dalam jurnalistik lama, umpamanya, dikenal beberapa jenis artikel seperti berita lurus dan karangan khas.
Berita lurus, sebagai contoh, terdiri atas beberapa elemen 5W 1H. Elemen yang dianggap terpenting menjadi teras. Elemen-elemen selanjutnya memberikan penjelasan tambahan atas teras. Informasi tambahan semakin lama semakin tidak penting atau semakin bisa dibuang. Struktur penulisan semacam ini memungkinkan editor menyesuaikan teks berita dengan keterbatasan ruang secara gampang. Jika ruang tak mampu menampung teks berita secara penuh, bagian terbawah dipotong, atau dihapus lantaran kurang penting dibanding bagian di atasnya.
Jurnalisme sastrawi ini adalah suatu aliran jurnalistik yang dipelopori oleh jurnalis-novelis, Tom Wolfe, dan berkembang pada awal 1970 dengan sebutan jurnalisme baru (new journalism). Disebut jurnalisme baru, selain karena gaya bahasanya yang berbeda. Tom Wolfe yang juga seorang wartawan Amerika, memberikan batasan jurnalisme sastrawi pada tahun 1973 dalam antologi berjudul The New Journalism. Isinya kumpulan artikel-artikel terkemuka pada saat itu. Ia menyebut artikel-artikel itu sebagai ‘jurnalisme baru,’ sedangkan para penulisnya ‘jurnalis baru.’
Aliran ini menggunakan konstruksi situasi demi situasi (scene by scene construction), reportase yang mendalam (immersion reporting), menggunakan sudut pandang orang ketiga (third person point-of-view), serta penuh dengan detail-sangat berbeda dari kebanyakan reportase. Kebanyakan ceritanya pun berbicara tentang orang biasa, bukan orang terkenal. Wawancara bisa dilakukan dengan puluhan (bahkan lebih sering ratusan) narasumber. Risetnya pun tidak main-main. Rentang waktu penulisannya bahkan tidak hanya satu-dua minggu, namun berbulan-bulan-bertentangan dengan prinsip dasar jurnalistik yang menuntut penyajian berita dengan cepat.
Konstruksi situasi per situasi ini sebagai contoh, menggantikan pemaparan kronologis, ataupun eksposisitoris yang lazim pada jurnalisme konvensional. Dengan teknik seperti ini, imajinasi pembaca akan menangkap sebuah gambaran peristiwa bak menonton sebuh film. Ini kombinasi kemampuan seorang wartawan sekaligus jurnalis, kata Wolfe.
Dalam adegan biasanya muncul sebuah dialog. Dialog bukan sekadar memperlihatkan percakapan, tapi juga menggambarkan sikap, dan pemikiran narasumber. Dengan begitu, wawancara bukanlah sekadar proses merekam pembicaraan sambil lalu. Ia dilakukan secara mendalam, berulang-ulang dengan pelbagai sumber untuk mendapatkan sebuah rekonstruksi pikiran dan emosi dengan tepat. Untuk itu, latar belakang narasumber perlu dipelajari. Dengan kata lain, tiap kata yang dikutip untuk dialog hendaknya bisa bermakna.
Adapun penggunaan sudut pandang ketiga bermaksud merepresentasikan pandangan mata narasumber. Dengan cara ini, pembaca seolah masuk kedalam peristiwa. Pembaca akan melihat apa yang dilihat narasumber, dan merasakan apa yang mereka rasakan.
Karakteristik terakhir adalah rincian tentang gerak, perilaku, kebiasaan, gaya, cara atau adat, pakaian, dekorasi rumah, wisata, makan, merawat rumah, bagaimana berhubungan dengan anak, dengan pembantu, teman sebaya, bawahan, pose, dan lambang-lambang lain. Semua itu menjelaskan karakter dan konteks narasumber dalam komunitas, bagaimana ia membina interaksi dengan orang lain, bagaimana kedudukannya di dalamnya, serta bagaimana ia mengungkapkan pikiran dan harapannya.
Terimakasih telah berkunjung
Silahkan tinggalkan jejaknya dengan berkomentar atau mengisi buku tamu. Dan jangan lupa untuk follow blog ini. Sering-sering datang kesini yah!
Silahkan tinggalkan jejaknya dengan berkomentar atau mengisi buku tamu. Dan jangan lupa untuk follow blog ini. Sering-sering datang kesini yah!
Related Posts
No comment yet
Lahirnya Jurnalisme Sastrawi
Lahirnya Jurnalisme Sastrawi
I'm on twitt
Blog Archive
-
▼
2013
(26)
-
▼
March
(14)
- 9 Keterampilan Wartawan Online
- Gramedia dan Palasari
- Menjadi Wartawan di Citizen Journalism
- Terkenal Melalui Meta Tag
- Menilik Sejarah Melalui Bandung Lautan Onthel
- Semiotika di Media Massa
- Guratan Kisah Lalu
- Modus Hunting Buku
- Kunjungan Rangers
- Selamat Milad BandungOke
- Aku Benci Pernah Berharap
- Lahirnya Jurnalisme Sastrawi
- Tahu yang Tak Mungkin Tahu
- Sejarah Perkembangan Retorika
-
▼
March
(14)
Popular Posts
-
Hak jawab dan hak tolak wartawan adalah salah satu kewajiban yang dimiliki oleh wartawan atau seorang jurnalis dalam menjalankan tugasnya d...
-
Uraian sistematis retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syrcuse, sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu dip...
-
Menjadi wartawan di media online itu sangat mudah. Asalkan kita memiliki 9 keterampilan di bawah ini, anda bisa menjadi seorang wartawan di...
-
Siapa sih yang gak kenal sama Gramedia dan Palasari. Untuk para pencinta buku khususnya di Bandung, rasanya kebangetan deh kalo gak kenal s...
-
Bagian depan CIC yang biasa digunakan untuk lokasi parkir CIC, sebuah tempat wisata yang berada di wilayah Bandung ini memang sudah l...
Add your comment below