Filed under:
Cerpen
|
Rupanya telepon di rumahku berdering. Ah, malas sekali aku mengangkatnya. Paling-paling telepon yang gak penting. Dan kalau penting juga, palingan telepon buat mamah atau papah. Pokoknya, aku malas hari ini untuk dapat beranjak dari tempat tidur, setelah seharian beraktivitas di sekolahan.
"Riri, angkat dulu teleponnya ! mamah lagi masak nih tanggung.” Terdengar keras suara mamah dari lantai bawah. Aaaarrgh. . . benci sekali, aku harus mengangkat telepon. Dengan rasa yang penuh dongkol, aku terpaksa mengangkatnya dan menjawab suara yang terdengar dari telepon itu.
“Ri, ini tante Putri. Tante mau ngasih tau kalo Fani sakit lagi dan sakitnya itu semakin parah”, terdengar suara tante Putri dengan nada yang terengah-engah seperti orang yang sedang tak karuan. Deg. . ! ! jantungku mulai berdegup kencang.
Fani, sepupuku yang sekaligus telah aku anggap sebagai adik kandung dan sahabatku sendiri. Dia baru saja naik ke kelas 2 SMP. Rupanya sakitnya berkelanjutan. Aku kira dia sudah sembuh dan beraktivitas seperti sedia kala dari sakit typusnya bulan lalu. Tapi kenapa aku mesti mendengar kabar yang mengejutkan ini. Sontak aku memberitahukannya pada semua keluargaku yang berada di rumah. Rasa cemas pun mulai hinggap di benakku.
Apa yang telah terjadi padanya. Padahal beberapa hari lagi mbak Rosa kakaknya Fani akan menikah. Dan seharusnya Fani menjadi pagar ayu yang cantik dan mengiringi upacara adat pernikahan kakaknya. Aku cemas, aku ingin segera melihat keadaan sepupuku itu. Dan memang, sebelumnya kami sekeluarga sudah berencana untuk pergi kerumahnya di Bogor untuk menghadiri pesta pernikahan kakaknya itu. Dan tidak ada salahnya kalau kehadiranku kesana akan lebih cepat. Yeah, akhirnya aku akan segera bertemu dengan sodara-sodaraku di Bogor. Sudah lama aku tak berjumpa dengan mereka. Bogor… I’m coming
Ketika mobil mulai memasuki kampung halamanku itu, pikiranku langsung menuju sepupuku, Fani. Aku mulai melangkahkan kaki ini menuju rumahnya. Rupanya sekeliling rumah Fani sudah penuh oleh sodara-sodara yang lain.
Deg. . .
Jantungku mulai berdegup kencang ketika aku masuk kedalam pintu rumahnya. Apa yang telah terjadi disini. Kenapa orang-orang keliatannya sedih bahkan ada yang meneteskan air matanya. Kulihat orang-orang di sekelilingku dengan pandangan yang heran. Dan tak lama kemudian suara Fani mulai terdengar. Ia merintih kesakitan di kamar tengah. Sepertinya dia sudah tak mengingat orang-orang yang berada di sekelilingnya. Mungkin termasuk aku sendiri. Dia hanya memanggil mamah dan ayahnya. Dan kini aku mengerti apa yang telah terjadi.
Ternyata, sebelumnya Fani sempat tinggal di Rumah Sakit untuk beberapa hari saja. Ia memaksa keluarganya untuk tidak merawatnya di Rumah Sakit. Ia ingin kembali kerumahnya dan menyaksikan pesta pernikahan kakak pertamanya. Bahkan kalau bisa ia ingin menjadi pagar ayu, sebagaimana telah di rencanakan sebelumnya. Aku tak tahan melihat ini semua. Kenapa ketika keluarganya akan mengadakan pesta pernikahan sekitar dua hari lagi untuk anak pertamanya yaitu mbak Rosa, Fani anak ketiganya malah sakit seperti ini. Tanpa kusadari, ternyata air mata mulai membasahi pipiku. Aku kira dia hanya sakit biasa. Tak seperti ini Tuhan.
“Mamah, ayah. . ada apa? Kok orang-orang pada ngeliatin ade sih? Ade kan gak kenapa-napa. Jangan pada nangis dong semuanya. Mamah sama ayah juga jangan nagis terus ngeliat ade. Mamah papah mau gitu kalo ade meninggal”, teriaknya sambil merintih kesakitan. Sepertinya dia sudah berada di bawah alam sadarnya.
Deg, seketika hatiku ini hancur. Kasian sekali dia. Aku tak tega melihat ini Isak tangis semakin terdengar keras. Semua orang lemas tak berdaya, ketika anak yang akan menginjak remaja berkata-kata seperti itu. Dan jika itu terjadi maka ia tak akan merasakan betapa indahnya dunia ini yang seperti kebanyakan orang bilang bahwa masa remaja adalah masa-masa yang paling indah. Tuhan, jangan ambil dulu dia dari dunia ini. Banyak orang-orang yang akan merasa kehilangannya. Dia memang sosok yang terkenal baik, ramah, pintar, dan cantik. Lihat saja di dinding rumah dan lemari yang berada di ruangan tengahnya, banyak sekali piagam penghargaan dan piala yang dia dapatkan. Pantas jika ia sangat di banggakan oleh orang tuanya jika di bandingkan dengan kakak-kakanya.
Walaupun orang-orang di sekitarku sedih dan cemas, mereka tetap melakukan aktivitas seperti biasanya dan mempersiapkan pesta pernikahan kakaknya Fani atau mbak Rosa itu. Sepertinya, sebisa mungkin mereka tak boleh memperlihatkan kecemasan dan memberikan semua perhatiannya terhadap Fani saja. Mbak Rosa pasti akan semakin sedih jika itu terjadi. Rupanya Fani semakin tidak sadarkan diri. Malam ini, Fani terpaksa dilarikan kembali ke Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif. Walau sebelumnya terdapat sedikit pro dan kontra karena besok akan diadakan pesta pernikahan mbak Rossa dan mamahnya Fani terlihat begitu terpuruk. Jangankan untuk tersenyum pada mbak Rossa, hanya untuk mengisi perut kosongnya saja beliau tidak mau.
Pesta pernikahan mbak Rossa pun akan segera di laksanakan. Entahlah, apakah hatiku harus senang atau sedih. Rasanya perasaanku kini campur aduk. Sama halnya dengan yang lain. Apalagi mamahnya. Memakai pakaian kebaya saja tak mau apalagi untuk di dandani. Ya, Tuhan. Aku ikut terharu dan simpati atas kejadian yang menimpa mereka.
Benar tak di sangka-sangka. Ketika acara dan tamu mulai berdatangan, terdapat beberapa kejadian yang mengganjal. Banyak para tamu yang tiba-tiba jatuh di dekat rumahnya mbak Rossa. Bahkan ada pula tamu yang memecahkan piring yang sedang dipegangnya dengan tidak sengaja. Ada apa ini semua? Itulah yang selalu hinggap di pikiranku.
Dengan perasaan yang berat, aku harus meninggalkan kota Bogor sekarang juga. Dengan alasan, besok adalah hari Senin dan aku harus sekolah seperti biasanya. Namun ketika aku sedikit melamun dalam setengah perjalananku, aku di kejutkan oleh sebuah Handphone Blackberry milik mamah berdering. Ternyata tanpa kusadari, mamah meminta papahku untuk memutar balikan arah perjalanan menuju Bogor kembali. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.
Ternyata sepupuku harus meninggalkan kami begitu cepat. Fani, rintihku dalam hati. Pikiranku semakin tak terkontrol. Secepat itukah kamu meninggalkan kami semua? Kenapa Fani kenapa? Semua ingatan tentang dia semakin berputar dalam otakku. Air matapu tak dapat ku tahan lagi. Rasanya aku tak percaya dengan semua ini. Namun apa dikata, mungkin itu adalah takdir Tuhan yang terbaik untuknya. Aku harus merelakannya agar ia bisa kembali kepemiliknya dengan tenang.
Ternyata sepupuku harus meninggalkan kami begitu cepat. Fani, rintihku dalam hati. Pikiranku semakin tak terkontrol. Secepat itukah kamu meninggalkan kami semua? Kenapa Fani kenapa? Semua ingatan tentang dia semakin berputar dalam otakku. Air matapu tak dapat ku tahan lagi. Rasanya aku tak percaya dengan semua ini. Namun apa dikata, mungkin itu adalah takdir Tuhan yang terbaik untuknya. Aku harus merelakannya agar ia bisa kembali kepemiliknya dengan tenang.
Bendera kuning telah berkibar di depan gerasi rumahnya. Dan itu bertanda kalau disini telah terjadi berita duka. Fani sepupuku, adikku, sekaligus sahabatku telah diambil oleh Yang Maha Kuasa. Tangisan bahkan jeritan pun terasa mewarnai rumah duka itu. Belum juga sempat merasakan kebahagiaan atas pernikahan anak pertamanya yaitu Mbak Rossa, ternyata berita duka pun menghampirinya. Tak henti-hentinya ayat Suci Al-Qur’an terus dilantunkan di rumah duka itu dalam mengiringi proses pengurusan jenazah Fani.
Malam telah tiba. Rumah yang berada di kawasan alun-alun Kota Bogor itu terasa ramai sekali dengan bacaan surat Yasiin. Tanpa di duga, mbak Rossa tak menyadarkan diri dan ia pingsan. Seluruh penghuni rumah shock. Dan tanpa di sangka-sangka, mbak Rossa berbicara dan bercakap-cakap layaknya seperti suara Fani. Sepertinya Fani ingin menyampaikan sesuatu pada keluarganya melalui mbak Rossa.
“Mamah ayah. . . maafin ade yah. Mbak Rossa dan Bang aldi juga. Bang Aldi jaga mbak Rossa. Jangan sampai dia sakit,” ucap mbak Rossa dengan nada dan suara yang persis sekali dengan suara Fani yang manja. Subhanalloh, ternyata benar yang ada dalam diri mbak Rossa sekarang adalah adiknya yaitu Fani. “Jangan khawatir sama ade yah, mamah gak boleh nangis terus karena itu bikin ade sedih. Ade udah seneng ko. Ade udah gak kekurangan apapun. Ade udah punya segalanya. Baju yang sangat indah, makanan yang enak, kamar yang sangat mewah dan kasur yang sangat nyaman. Sekarang aja ade di anter sama cowok yang cakep banget mah,” ucapnya sambil dia tertawa kecil karena perasaan yang bahagianya itu.
Tangisan tak henti-hentinya keluar dari mata mamah dan keluarganya Fani. Sungguh tak menyangka kejadian yang seperti ini terjadi. Jika saja aku tak melihatnya sendiri, mungkin aku tak akan pernah percaya. Mamah Fani berusaha menyuruh Fani agar tetap bersama mereka dan tertidur sejenak tanpa bercerita panjang lebar. Namun Fani menolak dan berkata “gak mau mamah. Bagaimana jika mbak Rossa gak bisa bangun lagi.”
Ya Allah, betapa besarnya tanda-tanda Kekuasaan-Mu itu. Ternyata ini adalah jalan yang terbaik bagi Fani. Allah sangat menyayangi Fani sehingga ia dipanggil terlebih dahulu oleh-Mu. Selamat tinggal Fani. Aku akan selalu mendo’akanmu.
Terimakasih telah berkunjung
Silahkan tinggalkan jejaknya dengan berkomentar atau mengisi buku tamu. Dan jangan lupa untuk follow blog ini. Sering-sering datang kesini yah!
Silahkan tinggalkan jejaknya dengan berkomentar atau mengisi buku tamu. Dan jangan lupa untuk follow blog ini. Sering-sering datang kesini yah!
Related Posts
1 comment
Cerpen - Perpisahan yang Agung
Cerpen - Perpisahan yang Agung
Add your comment
Muhammad Zaki Al Aziz
Reply
Keren cerpennya :)
11 February 2012 at 15:41
I'm on twitt
Popular Posts
-
Hak jawab dan hak tolak wartawan adalah salah satu kewajiban yang dimiliki oleh wartawan atau seorang jurnalis dalam menjalankan tugasnya d...
-
Uraian sistematis retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syrcuse, sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu dip...
-
Menjadi wartawan di media online itu sangat mudah. Asalkan kita memiliki 9 keterampilan di bawah ini, anda bisa menjadi seorang wartawan di...
-
Siapa sih yang gak kenal sama Gramedia dan Palasari. Untuk para pencinta buku khususnya di Bandung, rasanya kebangetan deh kalo gak kenal s...
-
Bagian depan CIC yang biasa digunakan untuk lokasi parkir CIC, sebuah tempat wisata yang berada di wilayah Bandung ini memang sudah l...